Sabtu, 30 Juli 2011

Kumpulan Puisi Kepahlawanan

Tema: Kepahlawanan

Pahlawan Tak Dikenal

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana ia datang
Kedua tangannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian ia terbaring, tapi bukan tidur, sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda

Hari ini 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang kembali ingin memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang tampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, aku sangat muda








DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG

Oleh :
W.S. Rendra

Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
Dan firmanMu terguris di atas ribuan
Kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
Tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
Sempurnalah sudah warna dosa
Dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
Adalah satu warna
Dosa dan nafasku
Adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
Kecuali menyadari
Biarpun bersama penyesalanApa
Yang bisa diucapkan
Oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
Mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku



GUGUR
Oleh :
W.S. Rendra
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
Pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
Luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
Susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
Menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
Lima pemuda mengangkatnya
Di antaranya anaknya
Ia menolak
Dan tetap merangkak
Menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
Di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
Mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
" Yang berasal dari tanah kembali rebah pada tanah.”
Dan aku pun berasal dari tanah
Tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Karena kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
Dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang."
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
"Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
Kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
Seorang cucuku
Akan menacapkan bajak
Di bumi tempatku berkubur
Kemudian akan ditanamnya benih
Dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
“Alangkah gemburnya tanah di sini!"
Hari pun lengkap malam
Ketika menutup matanya







LAGU SEORANG GERILYA

Oleh :
W.S. Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
Menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
Engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
Sementara dari jauh
Resimen tank  penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
Kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
Engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
Dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
Kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
Bersama kakek-kakekku yang telah gugur
Di dalam berjuang membela rakyat jelata







LAGU SERDADU

Oleh :
W.S. Rendra

Kami masuk serdadu dan dapat senapang
Ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
Cukilah ia bagi puteraku di rumah












Puisi pahlawan

Bagaimana kalian mengendap dalam gelap malam
Di lereng strategis sebuah bukit kecil menghadang konvoi Nica
Bagaimana jantung kalian deras berdebar
Ketika iring-iringan kendaraan itu semakin mendekat
Lalu bagaima tubuhmu ditembus peluru
Dan kau rebah ke tanah berlumur darah
Terbaring beku
Di rumput ilalang
Dalam lengang yang panjang
Kami tak tahu
Ketika itu kami belum tumbuh di rahim ibu

Bagaimana kalian dalam seragam kumal
Baju compang-camping
Menyandang karaben Jepang
Di front-front terdepan

Bagaimana kalian menyerbu tank
Dengan bambu runcing
Bagaimana kalian bertahan habis-habisan
Ketika dikepung musuh dari segala penjuru
Bagaimana kalian terbaring di dinding-dinding kamar pemeriksaan nefis

Bagaimana kalian mengunci rapat rahasia pasukan
Dalam mulut yang teguh membisu
Walau dilistriki jari-jarimu
Dan dicabuti kukumu

Bagaimana kesetiakawanan yang menulang sum-sum
Bagaimana kaum ibu sibuk bertugas di dapur umum
Bagaimana kalian sudah merasa bangga
Kalau ke markas bisa naik sepeda

Bagaimana semua itu sungguh-sungguh terjadi
Dan bukan dongeng
Dan bukan mimpi
Kami tak alami
Kami belum hadir di bumi ini

Bagaimana peristiwa-peristiwa itu berlangsung
Pastilah satu memori yang agung
Tapi adalah memori kalian
Dan bukan nostalgia kami

Kemerdakaan telah kalian rebut
Kemerdakaan telah kalian wariskan
Kepada negeri ini
Kepada kami anak-anakmu
Kemerdekaan menjadikan kami jadi generasi
Yang tak kenal lagi rasa rendah hati
Seperti yang kalian rasakan di zaman penjajahan

Kemerdekaan
Ke sekolah naik sepeda
Bukan lagi segumpal rasa bangga
Seperti kalian dulu
Kami anak-anakmu
Telah kalian belikan
Sepeda motor baru
Untuk sekolah,ngebut, dan pacaran
Tetapi
Kemerdekaan
Yang juga bahkan
Menyadarkan kami
Tentang peranan yang harus kami mainkan sendiri
Dengan tangan sendiri
Dengan keringat sendiri
Dengan bahasa kami sendiri
Dalam lagu cinta
Tak bersisa
Pada tumpah darah Indonesia

Kemerdekaan
Kami tahu
Tak hanya dalam deru
Sepeda motor
Tak cuma meluku tanah dengan traktor

Kemerdekaan
Bukan hanya langkah-langkah kami
Ke gedung-gedung sekolah
Kemerdekaan
Bukan hanya langkah-langkah petani ke petak-petak sawah
Kemerdekaan
Bukanlah pula pintu teebuka
Bagi langkah-langkah pemilih ke kotak-kotak suara
Kemerdekaan
Adalah ketika hati nurani
Bebas melangkah
Dengan gagah
Bebas berkata
Tanpa terbata-bata









Puisi perjuangan

Maju
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati

Maju
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang












Pahlawan Untuk Indonesiaku

Demi negeri
Kau korbankan waktumu
Demi bangsa
Rela kau taruhkan nyawamu
Maut menghadang di depan
Kau bilang itu hiburan

Nampak raut wajahmu
Tak segelintir rasa takut
Semangat membara di jiwamu
Taklukan mereka penghalang negeri

Hari-harimu diwarnai
Pembunuhan, pembantai
Dihiasi bunga-bunga api
Mengalir sungai darah disekitarmu
Bahkan tak jarang mata air darah itu
Muncul dari tubuhmu
Namun tak dapat
Runtuhkan tebing semangat juangmu

Bambu runcing yang setia menemanimu
Kaki telanjang tak beralas
Pakain dengan seribu wangi
Basah di badan kering di badan
Kini menghantarkan indonesiaKe dalam istana merdeka



Pusara Pahlawan

Tubuh-tubuh terbujur sunyi
Terpancing tonggak bisu tak bernama
Tanah merah tanpa bertabur bunga
Tapi rela pahlawan terbaring di pusara
Ketika kejam peperangan merobek damai sepi
Kau angkat senjata tanpa dipinta
Melawan penindasan dan penjajahan
Demi bumi pertiwi
Ketika tangan masih mampu mencekam mencengkram
Jantung berderak hati berderak
Kau pekikkan satu tekad
Merdeka !!
Kau biarkan di sekujur tubuhmu
Luka nganga bertaut sendiri
Kau korbankan milikmu
Hidupmu gugur satu-satu
Sebelum sempat kukalungkan bunga di lehermu
Aku sematkan bintang jasa di dadamu
Kau berlalu tanpa meminta balas jasa
Pahlawanku,,
Ijinkan aku seka darah di luka tubuhmu
Aku hapus debu di telanjang kakimu
Sebagai rasa hormat dan terima kasihku
Pahlawanku..
Di atas pusaramu
Kutaburkan wangi-wangi bunga
Dan kuteteskan air mata












 Padamu Pahlawan

Malam 10 November
Kami tafakur di pusaramu
Mengheningkan cipta
Sambil berdoa
j0298897
Kami telah usir penjajah
j0304933Dari bumi pertiwi
Dengan jihad dan semangat
Pantang menyerah
Di tanganmu keliwang dan runcing
Dengan tekad bulat
Kau berteriak
Merdeka atau mati!!!
Allahu akbar allahu akbar
Tuhan bersama kita

Kita tak gentar
Kita tak takut
Melawan penjajah dengan alat modernnya
Kau teriak
Maju!!! maju!!!
Merdeka atau mati!!!
Malam 10 November
Kami berdo'a
Semoga Tuhan menempatkan
Pahlawan bangsaku
j0298897Dalam surga Jannathun Na'iim!!
Amin ya rabbal 'alamin