Kamis, 18 Desember 2014

PPT DASAR MANAJEMEN

MAKALAH PENGELOLAAN IKLIM TANAMAN JAHE ( Zingiber Officinale )

I. PENDAHULUAN
A.  Sejarah
Jahe ( Zingiber Officinale ) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.
Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb.

B.  Uraian Tanaman
 Klasifikasi
Divisi                        : Spermatophyta
Sub-divisi      : Angiospermae
Kelas             : Monocotyledoneae
Ordo             : Zingiberales
Famili            : Zingiberaceae
Genus            : Zingiber
Species          : Zingiber Officinale

C.  Deskripsi
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2.
1.    Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
a.    Jahe putih/kuning besar
Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
b.    Jahe putih/kuning kecil
Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
c.    Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

2.    Manfaat Tanaman
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.

3.    Sentra Penanaman
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.

4.    Syarat Pertumbuhan
1.    Iklim
a.    Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
b.    Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
c.    Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
2.    Media Tanam
a.    Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
b.    Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
c.    Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

3.    Ketinggian Tempat
a)    Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0 - 2.000 m dpl.
b)   Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.

5.    Pedoman Budidaya
a.    Pembibitan
1)   Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
·      Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
·      Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
·      Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.

b.    Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
1)   Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.

2)   Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.

c.    Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

d.   Pengolahan Media Tanam
1)   Persiapan Lahan
            Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.

2)   Pembukaan Lahan
            Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.

3)   Pembentukan Bedengan
            Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

4)   Pengapuran
            Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
§  Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
§  Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
§  Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.

e.    Teknik Penanaman
1)   Penentuan Pola Tanaman
            Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
·      Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
·      Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
·      Meningkatkan produktivitas lahan.
·      Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayursayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.

2)   Pembutan Lubang Tanam
            Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3)   Cara Penanaman
            Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4)   Periode Tanam
            Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

f.     Pemeliharaan Tanaman
1)   Penyulaman
            Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.

2)   Penyiangan
            Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.

3)   Pembubunan
            Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.

4)   Pemupukan
a)    Pemupukan Organik
            Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

b)   Pemupukan Konvensional
            Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman

5)   Pengairan dan Penyiraman
            Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;

6)   Waktu Penyemprotan Pestisida
            Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

g.    Hama Dan Penyakit
1)   Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
·      Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
·      Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
·      Kumbang.
2)   Penyakit
a)    Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
·      jaminan kesehatan bibit jahe;
·      karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
·      pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
·      pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)

b)   Penyakit busuk rimpang
            Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-250C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala :
Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian:
·         penggunaan bibit yang sehat;
·         penerapan pola tanam yang baik;
·         penggunaan fungisida.

c)    Penyakit bercak daun
            Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian :
baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

3)   Gulma
            Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
a)    Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
b)   serangan hama dari sejak awal pertanaman.
c)    Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
d)   Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
e)    Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
f)    Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
g)   Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
a)    Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
b)   Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
c)    Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
d)   Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
e)    Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
f)    Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

h.    Panen
1)   Ciri dan Umur Panen
            Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
2)   Cara Panen
            Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3)   Periode Panen
            Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4)   Perkiraan Hasil Panen
            Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.         
Penanaman suatu komoditas pertanian tidak selalu dilakukan pada habitat asalnya, sehingga Untuk mendapatkan produksi dengan kualitas dan kuantitas yang baik maka dibutuhka tanaman dengan kondisi lingkungan yang baik. Salah satu cara untuk mendapatkan kondisi lingkungan yang baik adalah dengan melakukan pengelolaan cuaca. Pengelolaan cuaca yang dapat dilakukan diantaranya adalah penyesuaian, peramalan, pengubahsuaian, dan penyulihan. Pengelolaan cuaca untuk tanaman jahe sangat perlu dilakukan khususnya untuk penanaman pada lingkungan yang bukan merupakan habitat aslinya sehingga dibutuhkan beberapa pengelolaan cuaca agar tanaman tetap berproduksi optimal tanpa bergantung pada cuaca ataupun iklim.
Adapun Fungsi Pengeloaan cuaca adalah:
a)              Planning (perencanaan)
b)             Organizing (pengorganisasian)
c)              Staffing (penstafan)                         
d)             Leading (kepemimpinan)
e)              Controling (pengawasan)


II. PENGELOLAAN CUACA
Pengelolaan cuaca adalah suatau proses perencanaan dan implementasi kegiatan yang bersifat manipulasi unsur cuaca untuk memperoleh manfaat. (tanpa menyebabkan kerusakan sumberdaya atmosfer). Tujuannya adalah untuk menurunkan ketergantungan usaha pertanian ter-hadap cuaca (iklim).
A.  Penyesuaian
Penyesuaian adalah pengelolaan iklim (suatu usaha pertanian) yang dilaksanakan sesuai dengan iklim suatu wilayah
Penyesuaian dapat dilakukan dengan cara:
·      meneliti dengan cermat watak iklim suatu tempat.
·      Merekap/mencatat unsur iklim apa yang dianggap penting (1 atau beberapa)
·      Mencari syarat tumbuh tanaman yang sesuai  dengan iklim
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun. Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
Sedangkan Ketinggian Tempat yang dikehendaki tanaman jahe pada daerah tropis dan subtropis adalah 0 - 2.000 m dpl. Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl. Sehingga dalam upaya pengelolaan cuaca untuk tanaman jahe melalui penyesuaian dapat dilakukan dengan menanam tanaman tersebut pada lokasi yang sesuai, untuk di Indonesia misalnya budidaya jahe dapat dilakukan di Sukabumi, Kupang, Ponorogo, dll yang merupakan sentra penghasil jahe di Indonesia karena memiliki kesesuaian cuaca (iklim).
Keunggulan metode penyesuaian: biaya produksi rendah, karena keberhasilannya diserahkan kepada alam. Kelemahan metode penyesuaian: penyesuaian biasanya terhadap nilai rata-rata kejadian di atmosfer untuk berbagai unsur cuaca (iklim), yang terdapat nilai ektrim.

B.  Peramalan
Peramalan adalah pengelolaan suatu usaha pertanian dengan menduga cuaca (iklim) yang akan terjadi di suatu wilayah. Peramalan jangka pendek (harian) meliputi suhu, curah hujan, Kecepatan Angin sehingga dapat digunakan acuan dalam menentukan waktu  pemupukan, pengendalian OPT, dll.. Peramalan Jangka panjang meliputi strategi usaha pertanian, pola tata tanam, kapan menyebar benih, memindah bibit, memanen,  menentukan awal musim hujan (akhir musim kemarau)          
Caranya menentukan peramalan
·      Mengikuti  media  (Radio, TV, Surat kabar, dll.)
·      Menghitung (mengolah) data cuaca (iklim)
·      Menghubungkan antar data cuaca (iklim)
·      dll.          
Peramalan cuaca untuk penanaman jahe sangat penting mengingat Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun. Sehinga penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Selain itu peramalan juga sangat berpengaruh terhadap pengendalian OPT, dan pemupukan terkait dengan waktu  dan metode yang digunakan. Misalnya tidak melakukan pengendalian hama dengan cara menyemprot pada saat hujan, dll.
Keunggulan metode Peramalan yaitu peramalan yang baik membantu mengurangi resiko gagal pada penyesuaian, karena dapat mengetahui penyimpangan di waktu yang akan datang. Kelemahan metode peramalan yaitu perubahan cuaca yang tidak menentu menjadi faktor penghambat ketepatan peramalan. 

C.  Pengubahsuaian
Pengubahsuain adalah pengelolaan suatu usaha pertanian dengan mengubah cuaca  / iklim (mikro) supaya mendekati kebutuhan  cuaca (iklim) suatu tanaman. Akan tetapi cuaca meso dan makro sulit diubah.
Pengubahsuaian yang dapat dilakukan untuk tanaman jahe misalnya adalah penanaman jahe pada daerah yang memiliki curah hujan yang sangat rendah, maka pengubahsuaian dapat dilakukan dengan membuat saluran irigasi ataupun dengan penyiraman berkala sampai tanaman berumur ± 5-6 bln karena pada fase ini tanaman cukup banyak membutuhkan air. Sedangkan untuk pengubahsuaian cuaca / iklim yang lain hampir tidak perlu dilakukan karena tanaman jahe merupakan tanaman yang cukup toleran terhadap beberapa kondisi cuaca.
Keunggulan metode pengubahsuaian yaitu menambah wilayah yang cocok untuk daerah perk.Jahe.  Kelemahan metode  pengubahsuaian yaitu biaya agak mahal.
 
D.  Penyulihan
Penyulihan (subtitusi) adalah pengelolaan suatu usaha pertanian dengan mengganti/menambah unsur cuaca (iklim) yang terbatas atau yang tidak ada.
Penyulihan yang dapat dilakukan  misalnya adalah budidaya tanaman jahe yang menghendaki panen di luar musim (off season). Maka penanaman mulai dilakukan pada awal musim kemarau. Pada saat musim kemarau diperkirakan tidak pernah terjadi hujan (CH= 0), sehingga ketersediaan air bagi tanaman sangat minim. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat saluran irigasi yang mampu menyuplai kebutuhan air bagi tanaman mengingat tanaman jahe membutuhkan air yang cukup banyak pada saat pertumbuhan vegetativnya.
Keunggulan metode penyulihan:  kepastian keberhasilan produksi tinggi
Kelemahan metode penyulihan:  modal awal (investasi) tinggi  

III. KESIMPULAN
Jahe ( Zingiber Officinale ) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu yang mampu hidup (memiliki toleran tinggi)  pada beberapa kondisi cuaca / iklim tertentu. Akan tetapi tanaman jahe juga memiliki cuaca / iklim yang optimum bagi pertumbuhannya, sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka perlu dilakukannya beberapa pengelolaan cuaca. Pengelolaan cuaca dibagi menjadi 4 cara yaitu peneyesuaian, peramalan, pengubahsuaian (modifikasi), dan subtitusi (penyulihan) yang masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.

  
DAFTAR PUSTAKA
----------.1999. Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Kanisius. Yogyakarta.
----------.1999. Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe. Koperasi Daar El-Kutub. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Paimin, FB.1999. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santoso, HB. 1994. Jahe Gajah. Kanisius. Yogyakarta.

Yoganingrum, A. 1999. Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI. Jakarta