BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan
yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran
ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi
sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional.
Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah selama periode
1989-2003 adalah sebesar 3,9% per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen
(3,5%) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4%). Bawang
merah dihasilkan di 24 dari 30 propinsi di Indonesia . Propinsi penghasil utama
(luas areal panen > 1 000 hektar per tahun) bawang merah diantaranya adalah
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogya, Jawa Timur,
Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Kesembilan propinsi ini menyumbang 95,8% (Jawa
memberikan kontribusi 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia
pada tahun 2003.Konsumsi rata-rata bawang merah
untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen
Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk komoditas tersebut pada
tahun 2004 mencapai 915 550 ton (konsumsi = 795 264 ton; benih, ekspor dan
industri = 119 286 ton).
Profil usahatani bawang merah terutama dicirikan oleh 80%
petani yang merupakan petani kecil dengan luas lahan usaha < 0.5 ha.
Berbagai varietas bawang merah yang diusahakan petani diantaranya adalah Kuning
(Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo,
Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Philippines dan Thailand. Sementara itu, varietas
bawang merah yang lebih disukai petani untuk ditanaman pada musim kemarau
adalah varietas Philippines
(impor). Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan
setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan
bulan kosong panen terjadi pada bulan Pebruari-Mei dan November. Berdasarkan
pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan
April-Oktober.
Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah
yang telah dihasilkan oleh lembaga penelitian, antara lain: (a) tiga varietas
unggul bawang merah yang sudah dilepas, yaitu varietas Kramat-1, Kramat-2 dan
Kuning, (b) budidaya bawang merah di lahan kering maupun lahan sawah, secara
monokultur atau tumpang sari/gilir, (c) komponen PHT - budidaya tanaman sehat,
pengendalian secara fisik/mekanik; pemasangan perangkap; pengamatan secara
rutin; dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian, serta (d)
bentuk olahan - tepung dan bubuk.
Tujuan pengembangan agribisnis bawang merah mencakup: (a)
menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah
satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b)
meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5.24% per tahun selama periode
2005 – 2010, (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga
kontinuitas pasokan benih bermutu, serta (d) mengembangkan diversifikasi produk
bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah.Substansi pengembangan agribisnis
bawang merah diarahkan pada (a) pengembangan ketersediaan benih unggul, (b)
pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam, serta (c) pengembangan
produk olahan
Bawang merah ( Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta mempunyai
prospek pasar yang menarik. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara
musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau
(April-Oktober), sehingga mengakakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi
sepanjang tahun.
Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga
yang sering merugikan petani, maka perlu diupayakan budidaya yang dapat
berlangsung sepanjang tahun antara lain melalui budidaya di luar musim (off
season). Dengan melakukan budidaya di luar musim dan membatasi produksi pada
saat bertanam normal sesuai dengan permintaan pasar, diharapkan produksi dan
harga bawang merah dipasar akan lebih stabil.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah seluk beluk dan cara budi daya tanaman bawang
merah.
1.3.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui seluk beluk dan
tanaman bawang merah dan cara budi dayanya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi
Tanaman Bawang Merah
Menurut Rahayu dan Berlian (1999) tanaman bawang merah dapat
di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Alium
Spesises : Alium
ascalonicum L.
1.
Akar
Tanaman
bawang merah berakar serabut dengan system perakaran dangkal dan bercabang
terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran
tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar. Diameter bervariasi antara 5-2
mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (AAK, 2004).
2.
Batang
Memiliki
batang sejati atau disebut “discus” yang berbentuk seperti cakram, tipis dan
pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas
discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang
semua yang berbeda di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis
(Sudirja, 2007).
3.
Daun
Berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70
cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relative pendek (Sudirja, 2007).
4.
Bunga
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik
tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum
bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum
bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari
berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir
segitiga (Sudirja, 2007).
5.
Buah dan Biji
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul
membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda
berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji
berwarna merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tenaman secara
generatif (Rukmana, 1995).
6.
Syarat Tumbuh
a.
Iklim
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi ± 1.100 m (ideal 0-800 m)
diatas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah
yang didukung keadaan iklim meliputi suhu udara antara 25-32 C dan iklim
kering, tempat terbuka dengan pencahayaan ± 70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang
memerlukan sinar matahari cukup panjang, tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh
baik bagi tanaman terhadap laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan
tinggi (BPPT, 2007 ).
Angin merupakan faktor iklim bepengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman bawang merah. Sistem perakaran tanaman bawang merah yang
sangat dangkal, maka angin kencang yang berhembus terus-menerus secara langsung
dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Tanaman bawang merah sangat rentan
terhadap curah hujan tinggi.
Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman bawang merah adalah antara 300-2500 mm/tahun (Deptan, 2007 ). Kelembaban
udara (nisbi) untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta hasil
produksi yang optimal, bawang merah menghendaki kelembaban udara nisbi antara 80-90
persen. Intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari, oleh sebab itu tanaman
ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh (Deptan, 2007 ).
b.
Tanah
Tanaman bawang merah dapat ditanam di
dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0-1.000 m dpl.
Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0-400 m dpl saja, Secara umum
tanah yang dapat ditanami bawang merah adalah tanah yang bertekstur remah
sedang sampai liat, drainase yang baik, penyinaran matahari minimum 70%. (BPPT,
2007 ).
Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur,
gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan jenis tanah lempung
berpasir atau lempung berdebu, drajad kemasaman tanah (pH) tanah untuk bawang
merah antara 5,5-6,5, tata air (darainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah
berjalan baik, tidak boleh ada genangan (Sudirja, 2007).
2.2. Kajian tentang Budidaya
Dalam pertanian,
budidaya merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya.
Kegiatan budidaya dapat dianggap sebagai inti dari usaha tani.
Usaha budidaya tanaman
mengandalkan pada penggunaan tanah atau
media lainnya di suatu lahan untuk membesarkan tanaman dan lalu memanen bagiannya yang bernilai ekonomi. Bagian ini dapat berupa biji, buah/bulir, daun, bunga, batang, tunas, serta semua bagian lain yang bernilai ekonomi. Kegiatan budidaya tanaman
yang dilakukan dengan media tanah dikenal pula sebagai bercocok tanam (bahasa Belanda: akkerbouw). Termasuk dalam
"tanaman" di sini adalah gulma laut serta sejumlah fungi
penghasil jamur pangan.
Budidaya hewan
(husbandry) melibatkan usaha pembesaran bakalan (hewan muda) atau bibit/benih (termasuk benur dan nener) pada suatu lahan tertentu selama beberapa waktu untuk kemudian dijual,
disembelih untuk dimanfaatkan daging serta
bagian tubuh lainnya, diambil telurnya,
atau diperah susunya (dairy). Proses pengolahan produk
budidaya ini biasanya bukan bagian dari budidaya sendiri tetapi masih dianggap
sebagai mata rantai usaha tani ternak itu.
Ada pula hewan yang melakukan budidaya,
yaitu beberapa jenis semut dan rayap. Rayap dan semut memelihara beberapa jenis fungi sebagai bahan pakan bagi
larvanya. Semut juga diketahui "menernakkan" kutu daun (aphid) untuk mengambil cairan yang
dikeluarkan kutu yang dipeliharanya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Kajian Tentang Bawang Merah
Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama tanaman dari familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman
bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Bawang merah merupakan
bagian penting dari bumbu masakan, baik untuk masakan rumah tangga, restoran
maupun industri makanan, di samping itu bawang merah juga
bisa di manfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di
antaranya: Bawang abang mirah (Aceh),
Bawang abang (Palembang), Dasun merah (Minangkabau), Bawang suluh
(Lampung), Bawang beureum (Sunda), Brambang abang (Jawa), Bhabang
merah (Madura), dan masih banyak lagi yang lainnya, masing-masing daerah
memiliki sebutan tersendiri.
Bawang merah adalah tanaman semusim dan
memiliki umbi yang berlapis. Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk
silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk
batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis.
Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan
bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas.
Bawang goreng adalah bawang merah yang
diiris tipis dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Pada umumnya, masakan Indonesia berupa soto dan sup menggunakan bawang goreng sebagai
penyedap sewaktu dihidangka.bawang goreng merupakan bumbu yang paling sering di
gunakan orang indonesia untuk membuat masakan.
Umbi bawang merah dan bawang bombay
dikenal dapat menginduksi keluarnya air mata apabila diiris. Hal ini disebabkan
reaksi berantai yang terjadi dalam sel-sel umbinya. Apabila umbi lapis diiris, sel-selnya akan pecah dan
melepaskan berbagai senyawa yang terkandung di dalamnya. Dua senyawa yang
terlepas di antaranya adalah enzim allinase and asam amino. Allinase yang bertemu dengan asam amino yang mengandung
belerang (sulfoksida, yaitu sistein dan metionin) akan melepaskan asam sulfenat (R-SOH). Asam sulfenat bersifat tidak stabil dan segera
berubah menjadi tiosulfinat [R-S(O)-S-R']. Tiosulfinatlah yang bertanggung jawab
atas aroma khas bawang. Selain menjadi tiosulfinat, asam sulfenat yang bertemu
dengan enzim lain, LF-sintase (LF singkatan dari lacrymatory factor:
"faktor air mata"), akan diubah menjadi syn-propanethial-S-oxide yang
berwujud gas. Apabila gas
ini mengenai kornea mata, signal dikirim sebagai gangguan pada mata dan mata
akan berkedip-kedip serta mengeluarkan air mata untuk "mengusir"
pengganggu ini.
3.2. Syarat Tumbuh
Bawang Merah menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu
agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat
tumbuh baik didataran rendah maupun dataran tinggi (0-900 mdpl) dengan curah
hujan 300 - 2500 mm/th dan suhunya 25 derajat celcius - 32 derajat celcius.
Jenis tanah yang baik untuk budidaya bawang merah adalah regosol, grumosol,
latosol, dan aluvial, dengan pH 5.5 - 7.
3.3.
Benih
Penggunaan Benih bermutu merupakan syarat mutlak dalam
budidaya bawang merah. Varietas bawang merah yang dapat digunakan adalah Bima,
Brebes, Ampenan, Medan, Keling, Maja Cipanas, Sumenep, Kuning, Timor, Lampung,
Banteng dan varietas lokal lainnya. Tanaman biasanya dipanen cukup tua antara
60 -80 hari, telah diseleksi dilapangan dan ditempat penyimpanan. Umbi yang
digunakan untuk benih adalah berukuran sedang, berdiameter 1,5 - 2 cm dengan
bentuk simetris dan telah disimpan 2-4 bulan, warna umbi untuk lebih mengkilap,
bebas dari organisme penganggu tanaman.
3.4.
Penyiapan
Lahan
Pengolahan tanah dilakukan pada saat tidak hujan 2 - 4 minggu
sebelum tanam, untuk menggemburkan tanah dan memberik sirkulasi udara dalam
tanah. Tanah dicangkul sedalam 40 cm. Budidaya dilakukan pada bedengan yang
telah disiapkan dengan lebar 100-200 cm, dan panjang sesuai kebutuhan. Jarak
antara bedengan 20-40 cm.
3.5.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada akhir musim hujan, dengan jarak tanam 10-20
cm x 20 cm. Cara penanamannya; kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan
dipisahkan siung-siungnya. Untuk mempercepat keluarnya tunas, sebelum ditanam
bibit tersebut dipotong ujungnya hingga 1/3 bagian. Bibit ditanam berdiri
diatas bedengan sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah yang tipis.
3.6.
Pemeliharaan
1.
Penyiraman dapat menggunakan
gembor atau sprinkler, atau dengan cara menggenangi air disekitar bedengan yang
disebut sistem leb.
Pengairan dilakukan secara teratur sesuai dengan keperluan tanaman, terutama
jika tidak ada hujan.
2.
Pemupukan : Pupuk yang
diberikan adalah pupuk kandang, dengan dosis 10 ton/ha, pupuk buatan dengan
dosis urea 100 kg/Ha, ZA 200 kg/Ha, TSP/SP-36 250 kg/ha. KCI 150 kg/ha (sesuai
dengan kesuburan tanah)
3.
Penyulaman, dilakukan apabila
dilapangan dijumpai tanaman yang mati. Biasanya dilakukan paling lambat 2
minggu setelah tanam.
4.
Pembumbunan dan penyiangan,
dilakukan bersamaan pada saat tanaman berumur 21 hari.
5.
Pengendalian OPT dilakukan
tergantung pada serangan hama
dan penyakit. Hama
yang menyerah tanaman bawang merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak,
kutu daun dan Nematoda Akar.
Pengendalian
Hama dilakukan dengan cara:
1.
Sanitasi dan pembuangan gulma
2.
Pengumpulan larva dan memusnahkan
3.
Pengolahan lahan untuk membongkar persembunyian ulat
4.
Penggunaan Insektisida
5.
Rotasi Tanaman
Penyakit
yang sering menyerang bawang merah adalh Bercak Ungu, Embun Tepung, Busuk Leher
Batang, Antraknose, Busuk Umbi, Layu Fusarium dan Busuk Basah.
Pengendalian
penyakit dilakukan dengan cara:
-
Sanitasi dan pembakaran sisa tanaman yang sakit
-
Penggunaan benih yang sehat
- Penggunaan
fungisida yang efektif
3.7.
Panen
Panen
dilakukan bila umbi sudah cukup umur sekitar 60 HST, ditandai daun mulai
menguning, caranya mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada
umbi yang tertinggal atau lecet. Untuk 1 (satu) hektar pertanaman bawang merah
yang diusahakan secara baik dapat dihasilkan 10-15 ton.
3.8.
Pasca
Panen
1.
Pengeringan umbi dilakukan
dengan cara dihamparkan merata diatas tikar atau digantung diatas para-para.
Dalam keadaan cukup panas biasanya memakan waktu 4-7 hari. Bawang merah yang
sudah agak kering diikat dalam bentuk ikatan.Proses pengeringan dihentikan
apabila umbi telah mengkilap, lebih merah, leher umbi tampak keras dan bila
terkena sentuhan terdengar gemerisik.
2.
Sortasi dilakukan setalh proses
pengeringan
3.
Ikatan bawang merah dapat
disimpan dalam rak penyimpanan atau digantung dengan kadar air 80 (persen) - 85
(persen), ruang penyimpnan harus bersih, aerasi cukup baik, dan harus khusus
tidak dicampur dengan komoditas lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bawang merah atau Brambang (Allium ascalonicum L.) adalah nama tanaman dari familia Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman
bawang merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia.
Bawang Merah menyukai daerah yang
beriklim kering dengan suhu agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari
12 jam. Bawang merah dapat tumbuh baik didataran rendah maupun dataran tinggi
(0-900 mdpl) dengan curah hujan 300 - 2500 mm/th dan suhunya 25 derajat celcius
- 32 derajat celcius. Jenis tanah yang baik untuk budidaya bawang merah adalah
regosol, grumosol, latosol, dan aluvial, dengan pH 5.5 - 7.
Untuk budidaya bawang merah, pengolahan
tanah dilakukan pada saat tidak hujan 2 - 4 minggu sebelum tanam, untuk
menggemburkan tanah dan memberik sirkulasi udara dalam tanah. Tanah dicangkul sedalam 40 cm. Budidaya dilakukan pada bedengan yang
telah disiapkan dengan lebar 100-200 cm, dan panjang sesuai kebutuhan. Jarak
antara bedengan 20-40 cm.
Penanaman dilakukan pada akhir musim hujan, dengan jarak tanam 10-20
cm x 20 cm. Cara penanamannya; kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan
dipisahkan siung-siungnya. Untuk mempercepat keluarnya tunas, sebelum ditanam
bibit tersebut dipotong ujungnya hingga 1/3 bagian. Bibit ditanam berdiri
diatas bedengan sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah yang tipis.
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman dengan menggunakan gembor
atau sprinkler, atau dengan cara menggenangi air disekitar bedengan yang
disebut sistem leb.
Pengairan dilakukan secara teratur sesuai dengan keperluan tanaman, terutama
jika tidak ada hujan.
4.2. Saran
Bawang merah ( Allium ascalonicum)
merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai
ekonomis tinggi serta mempunyai prospek pasar yang menarik. Selama ini budidaya
bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan
pada musim kemarau (April-Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan
harganya berfluktuasi sepanjang tahun. Sudah saatnya para petani mencari
alternatif untuk membudidayakan tanaman bawang merah sepanjang tahun tanpa
terpengaruh musim.
DAFTAR PUSTAKA
AAk, 2004.
Pedoman Bertanam Bawang, Kanisius, Yogyakarta. Hlm 18. BPPT, 2007 . Teknologi
budidaya Tanaman Pangan.
htpp//www.iptek.net.id/ind/tekn
ologi-pangan/index.php id=244.Diakses 11 Januari 2007.
Deptan. 2007
. Pengenalan Dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura.
______,
2007 . Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. c
Irwan, 2007. Bawang Merah dan
Pestisida.
http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel
php article-id=7849811 .
Diakses 21
Februari 2007. H U U H
Moekesan.T.K.,
Prabaningrum, L., dan Meitha, L.R., 2000. Penerapan PHT. Pada system Tanaman Tumpang gilir.
Bawang merah dan cabai.. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
Hlm 8-10, 30.
Rukmana, R, 1995. Bawang merah
Budidaya Dan Pengolahan Pasca panen. Kanisius, Jakarta, Hlm 18.
Rahayu, E,
dan Berlian,N. V. A, 1999. Bawang Merah. Penebar swadaya, Jakarta, Hlm4.
Suhardi,
1998. Jurnal Hortikultura,
Badan penelitian Dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. Hlm. 1021.
Semangun,
H, 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia. Gadjah Mada University Press Yogyakarta. Hlm. 23-27.
Wibowo, S,
1994. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya,
Jakarta. Hlm. 179.
Enni
Sahrani Nst : Pengaruh Kepekatan Esktrak Daun Nimba Terhadap Penekanan Serangan
(Alternaria porri (EII.CIF) Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L),
2008
see also :
ini gak bs dicopy ya kak?
BalasHapusbagaimana mo kembangkan ko pu materi ngawur aja ini otak rewel sampe
BalasHapus